MAKALAH MUSAQAH DAN IJARAH
A. MUSAQAH
Pengertian Musaqah
Musaqah diambil dari kata al-saqa, yaitu seseorang yang bekerja pada pohon tamar, anggur (mengurusnya), atau pohon-pohon yang lainnya supaya mendatangkan kemaslahatan dan mendapatkan bagian tertentu dari hasil yang di urus sebagai imbalan.
Menurut istilah al-musaqah di definisikan oleh para ulama, sebagai berikut:
Abdurrahman al-jaziri
Akad untuk pemeliharaan pohon kurma, tanaman(pertanian) dan yang lainnya dengan syarat-syarat tertentu.
menurut Syafi’iyah
Memberikan pekerjaan orang yang memilik pohon tamar, dan anggur kepada orang lain untuk kesenangan keduanya dengan menyiram, memelihara, dan menjaganya dan pekerja memperoleh bagian tertentu dari buah yang dihasilkan dari pohon-pohon tersebut.
Dasar Hukum Musaqah
Asas hukum musaqah ialah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ibnu Amr r.a, bahwa Rasulullah saw. bersabda:
اعطى خيبر بشرط ما يخرج منها من ثمر او زرع وفى رواية دفع الى اليهود خيبر وارضها على ان يعملوها من اموالهم وان لرسول الله ص م شطرها
Artinya: memberikan tanah khaibar dengan bagian separoh dari penghasilan, baik buah-buah maupun pertanian(tanaman). Pada riawayat lain dinyatakan bahwa Rasul menyerahkan tanah khaibar itu kepada yahudi, untuk diolah dan modal dari hartanya, penghasilan separohnya untuk Nabi.
Rukun dan Syarat Musaqah
Rukun-rukun musaqah menurut Ulama Syafi’iyah ada 5 berikut ini:
Sighat, yang dilakukan kadang-kadang dengan jelas(sharih) dan dengan samaran(kinayah). Disyaratkan sighat dengan lapas dan tidak cukup dengan perbuatan saja.
Dua orang atau pihak yang berakad(al-‘aqidani), disyaratkan bagi orang-orang yang berakad dengan ahli(mampu) untuk mengelola akad, seperti baligh, berakal, dan tidak berada dibawah pengampuan.
Kebun dan semua pohon yang berbuah, semua pohon yang berbuah boleh di parohkan(bagi hasil), baik yang berbuah tahunan maupun buahnya hanya satu kali kemudian mati, seperti padi, jagung, dan yang lainnya.
Masa kerja, hendaklah ditentukan lama waktu yang akan dikerjakan, seperti satu tahun atau sekurang-kurangnya menurut kebiasaan.dalam waktu tersebut tanaman atau pohon yang diurus sudah berbuah, juga yang harus ditentukan ialah pekerjaan yang harus dilakukan oleh tukang kebun, seperti menyiram, memotongi cabang-cabang pohon, yang akan menghambat kesuburan buah, atau mengawinkannya.
Buah, hendaklah ditentukan bagian masing-masing(yang punya kebun dan bekerja dikebun), seperit ssperdua, sepertiga, seperempat, atau ukuran yang lainnya.
Musaqah Yang Dibolehkan
Para Ulama berbeda pendapat dalam masalah yang diperbolehkan dalam musaqah. Imam Abu Daud berpendapat bahwa yang boleh dimusaqahkan hanya kurma. Menurut Syafi’iyah, yang boleh dimusaqahkan hanyalah kurma dan anggur saja sedangkan menurut Hanafiyah semua pohon yang mempunyai akar kedasar bumi dapat dimusaqahkan, seperti tebu.
Apabila waktu lamanya musaqah tidak ditentukan ketika akad, maka waktu yang berlaku jatuh hingga pohon itu menhasilakn yang pertama setelah akad, sah pula untuk pohon yang berbuah secara berlangsung sedikit demi sedikit, seperti terong.
Menurut Imam Malik muasaqah dibolehkan untuk semua pohon yang memiliki akar kuat, seperti delima, tin, zaitun, dan pohon-pohon yang serupa dengan itu dan dibolehkan pula untuk pohon yang berakar tidak kuat, seperti semangka dalam keadaan pemilik tidak lagi memiliki kemampuan untuk menggarapnya.
Menurutn Madzhab Hanbali, musaqah diperbolehkan untuk semua pohon yang buahnya dapat dimakan dalam kitab al-maqhmi, imam malik berkata, musaqah diperbolehkan untuk pohon tadah hujan dan diperbolehkan untuk pohon-pohon yang perlu disiram.
Wafat Salah Seorang ‘Aqid
Menurutn mazhab Hanafi, apabila salah seorang yang berakad meninggal dunia, sedangkan pada pohon tersebut sudah tampak buah-buahnya(hampir bisa dipanen) walaupun belum tmpak kebagusan buah tersebut, demi menjaga kemaslahatan, penggarap melangsungkan pekerjaan atau dialngsungkan oleh salah seorang atau beberapa orang ahli warisnya, sehingga buah itu masak atau pantas untuk dipanen, sekalipun hal ini dilakukan secara paksa terhadap pemilik, jika pemilik keberatan, karen adalam keadaan seperti ini tidak ada kerugian. Dalam masa fasakh nya, akad dan matangnya buah, penggarap tidak berhak memperoleh upah.
Apabila penggrap atau ahli waris berhalangan bekerja sebelum berakhirnya waktu atau fasakh nya akad, mereka tidak boleh dipaksa. Tetapi jika memetik buah yang belum layak untuk di panen, hal itu mustahil. Hak berada pada pemilik atau ahli warisnya sehingga dalam keadaan seperti ini dapat dilakukan beberapa hal sebagai berikut.
Memetik buah dan dibaginya oleh dua belah pihak sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.
Membeikan kepada penggarap atau ahli warisnya sejumlah uang karena dialah yang berhak memotong atau memetik.
Pembiayaan pohon sampai buahnya matang, kemudin hal ini dipotong dari bagian penggarap, baik potongan itu dari buahnya atau nilai harganya(uang).
B. IJARAH
Pengertian Ijarah
Ijarah berasal dari kata al-ajru yang berarti menurut bahasanya ialah al-iwadh yang arti dalam bahasa Indonesia nya ialah ganti dan upah.
Sedangkan menurut istilah, para ulama berbeda-beda mendefinisikan ijarah, antara lain sebagai berikut:
Menurut Hanafiyah
Ijarah ialah akad untuk membolehkan pemilikan manfaat yang diketahui dan disengaja dari suatu zat yang disewa dengan imbalan.
Menurut Malikiyah
Ijarah ialah nama bagi akad-akad untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawi dan untuk sebagian yang dapat dipindahkan.
Menurut Jumhur Ulama Fiqih
Ijarah ialah menjual manfaat dan yang boleh disewakan ialah manfaatnya bukan bendanya.
Dasar Hukum Ijarah
Dasar-dasar hukum atau rujukan ijarah adalah Al-Quran, Al-Sunnah dan Ijma’.
Dasar hukum ijarah dalam Al-Quran
فَإِنۡ أَرۡضَعۡنَ لَكُمۡ فََٔاتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ وَأۡتَمِرُواْ بَيۡنَكُم بِمَعۡرُوفٖۖ وَإِن تَعَاسَرۡتُمۡ فَسَتُرۡضِعُ لَهُۥٓ أُخۡرَىٰ ٦
Artinya: Jika mereka telah menyusukan anak mu, maka berilah upah mereka (Al-Thalaq:6)
Dasar hukum ijarah dalam hadis
أَعْطُوا الأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ
Artinya: Berikanlah olehmu upah orang sewaan sebelum keringatnya kering. (riwayat Ibnu Majah)
Ijma’
Landasan ijma’ ialah semua umat bersepakat, tidak ada seorang ulamapun yang membatah kesepakatan(ijma’) ini, sekalipun ada beberapa orang diantara mereka yang berbeda pendapat, tetapi hl itu tidak di anggap.
Rukun dan Syarat Ijarah
Adapun menurut jumhur ulama rukun ijarah ada 4 yaitu:
‘Aqid (orang yang akad)
Shighat (akad)
Ujrah (upah)
Manfaat
Syarat sah ijarah:
Adanya keridhaan dari pihak yang akad
Ma’qud Alaih bermanfaat dengan jelas:
Penjelasan manfaat
Penjelasan waktu
Sewa bulanan
Penejelasan jenis pekerjaan
Penejelasan waktu kerja
Ma’qud ‘alaih (barang) harus dapat memenuhi secara syara’
Kemanfaatan benda dibolehkan oleh syara’
Tidak menyewa pekerjaan yang diwajibkan kepadanya
Tidak mengambil manfaat bagi orang yang disewa
Manfaat ma’qud ‘alaih sesuai keadaan yang umum
Hukum Ijarah
Hukum ijaraha sahih adalah tetapnya kemanfaatan bagi penyewa, dan tetapnya upah bagi pekerja atau orang yang menyewakan ma’qud ‘alaih, sebab ijarah termasuk jual beli pertukaran hanya saja dengan kemanfaatan.
Adapun hukum ijarah rusak, menurut ulama hanafiyah, jika penyewa telah mendapatkan manfaat tetapi orang yang menyewakan atau yang bekerja dibayar lebih kecil dari kesepakatan pada waktu akad. Ini bila kerusakan tersebut terjadi pada syarat. Akan tetapi, jika kerusakan disebabkan penyewa tidak memberitahukan jenis pekerjaan perjanjiannya, upah harus di berikan semestinya.
Jafar dan ulama syafi’iyah berpendapat bahwa ijarah fasid sama dengan jual beli fasid, yakni harus dibayar sesuai dengan nilai atau ukuran yang dicapai oleh barang sewaan.
Pembatalan dan Berakhirnya Ijarah
Ijarah adalah jenis akad lazim, yaitu akad yang tidak membolehkan adanya fasakh pada salah satu pihak, karena ijarah merupakan akad pertukaran, kecuali bila didapati hal-hal yang mewajibkan fasakh.
Ijarah akan menjadi batal (fasakh) bila ada hal-hal sebagai berikut:
Terjadinya cacat pada barang sewaan yang terjadi pada tangan penyewa
Rusaknya barang yang disewakan, seperti rumah menjadi runtuh dan sebagainya
Rusaknya barang yang diupahkan (ma’jur ‘alaih), seperti baju yang diupahkan untuk dijahitkan.
Menurut hanafiyah, boleh fasakh ijarah dari salah satu pihak, seperti yang menyewa toko untuk dagang, kemudian dagangannya ada yang mencuri, maka dia dibolehkan memfasakh kan sewaan itu.
Komentar
Posting Komentar