MAKALAH FIQIH IBADAH dan MUAMALAH
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Riba merupakan pendapatan yang di peroleh secara tidak adil. Riba telah berkembang sejak zaman jahiliyah hingga sekarang ini. Sejak itu banyaknya masalah-masalah ekonomi yang terjadi di masyarakat dan telah menjadi tradisi bangsa arab terhadap jual beli maupun pinjam-meminjam barang dan jasa. Sehingga sudah mendarah daging, bangsa arab memberikan pinjaman kepada seseorang dan memungut biaya jauh di atas dari pinjaman awal yang di berikan kepada peminjam akibatnya banyaknya orang lupa akan larangan riba.
Sejak datangnya Islam di masa Rasullullah saw. Islam telah melarang adanya riba. Karena sudah mendarah daging, Allah SWT melarang riba secara bertahap. Allah SWT melaknat hamba-hambanya bagi yang melakukan perbuatan riba. Perlu adanya pemahaman yang luas, agar tidak terjerumus dalam Riba. Karena Riba menyebabkan tidak terwujudnya kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.
B. Rumusan masalah
Apa pengertian dari riba?
Apa Hukum riba beserta dalilnya?
Apa saja mcam-macam riba?
Apa saja benda dan harta ribawi?
Apa saja alasan dan syarat pengharaman riba?
C. Tujuan
Mengetahui pengertian dari riba
Mengetahui hukum riba beserta dalilnya
Mengetahu macam-macam riba
Mengetahui benda dan harta riba
Mengetahui alasan dan syarat pengharaman riba
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Riba
Secara bahasa yaitu ziyadah yang artinya tambahan atau berkembang.
Secara istilah riba adalah adanya kelebihan dalam tukar menukar barag sejenis (jenis ribawi) atau adanya tambahan dari pokok pinjaman baik yang diisyaratkan sebelumnya ataupun tambahan tersebut sebagai konvensasi atas penundaan pembayaran hutang.
Pendapat para ahli fiqih berkaitan dengan pengertian riba, antara lain sebagai berikut.
Menurut Yusuf Al-Qardawi, setiap pinjaman yang mensyaratkan didalamnya tambahan adalah riba.
Menurut Qadi Abu Bakar Ibnu Al Arabidalam buknya “Ahkamul Qur’an” menyebutkan definisi riba adalah setiap kelebihan antara nilai barang yang diberikan dengan nilai barang yang diterima. Da jika dibuat lebih sederhana, riba adalah pengambilan tambahan. Baik dalam transaksi maupun pinjaman meminjam secara bathil atau bertentangan dengan ajaran Islam.
Menurut Al-Mali pengertian riba adalah akad yang terjadi atas pertukaran barang atau komoditas tertentu yang tidak diketahui perimbagan menurut syara’, ketika berakad atau mengakhiri penukaran kedua belah pihak atau salah satu dari keduanya.
Menurut Abdul Rahman Al-Jaziri, pengertia riba adalah akad yang terjadi dengan pertukaran tertentu, tidak diketahui sama atau tidak menurut syara’ atau terlambat salah satunya.
Syeikh Muhammad Abduh bahwa pengertian riba adalah penambahan-penambahan yang disyaratkan oleh orang yang memiliki harta kepada orang yang meminjam hartanya (uangnya), karena pengunduran janji pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah ditentukan.
Perlu diketahui riba ini tidak hanya dilarang oleh agama Islam tetapi agama lain yaitu Hindu, Budha, Yunani, dan Kristen pun melarang perbuatan keji dan kotor ini. Sebagai contohnya, yaitu kristen pada perjanjian baru Injil Lukas ayat 34 menyebutkan:
“jika kamu menghutangi kepada orang yang kamu harapkan imbalanya, maka dimana sebenarnya kehormatanmu. Tetapi berbuatlah kebaikan dan berikanlah pinjamandenagn tidak mengharapkan kembalinya, karena pahala kamu akan sangat banyak”
B. Hukum riba beserta dalilnya
Hukum riba adalah haram, dan termasuk kedalam tingkatan golongan dosa besar.
Firman Allah SWT dalam QS. Al- Baqarah[2]:275
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Artinya: orag-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat bediri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat). Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepada-Nya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba). Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan) dan urusannya (terserah) kepada Allah orang yang kembali (mengambil riba). Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka telah kekal didalamnya (QS. Al-Baqarah[2]:275)
Firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah[2]:278
Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut), jika kamu orang yag beriman”(yang belum dipungut), jika kamu orang yang beriman” (QS. Al Baqarah[2]:278)
Sabda RAsullullah SAW.
Jabir radhiyallahu’anhu berkata, Rasullullah saw. Melaknat pemakan riba, pemberi makan riba, penulisnya dan dua orang saksinya.” Beliau bersabda, ‘Mereka itu sama.” (HR Muslim)
“Satu dirham riba yang dimakan seseorang dengan sepengetahuannya itu lebih berat dosanya dari pada tiga puluh enamberbuat zina” (HR Ahmad)
C. Macam-macam riba yang harus diketahui
Riba Fadhli
Yaitu, menukar barang sejenis dengan kadar ukuran yang berbeda.
Riba Qardhin
Yaitu, menghutangi dengan syarat orang yang meminjamkan menarik keuntungan dari orang yang dipinjami.
Riba Yad
Yaitu, berpisah dari tempat transaksi jual beli sebelum serah terima barang yang jadi dibeli.
Riba Nasi’ah
Yaitu, menukar barang yang disyaratkan terlambat salah satu dari dua barang, sehingga harganya menjadi bertambah.
Riba Dain (jahiliyah)
Yaitu, karena ada hutang yang dimana dibayar lebih daripada hutang pokok nya dikarenakan si peminjam tidak bisa membayar atau melunasi hutangnya stlh jatuh tempo
D. Jenis-jenis riba
Para ulama mengatakan bahwa riba itu terjadi dalam dua faktor yaitu:
a. Riba yang terjadi dalam hutang piutang
Contohnya: Misal si Ani meminjam uang sebesar 50 juta pada Budi dengan janji akan dikembalikan dalam waktu 2 tahun. Setelah terjadinya akad, maka si Ani harus mengembalikan uang si Budi dengan tambahan bunga 15%. Nah yang dimaksud riba disini ialah uang dari hasil 15 % peminjaman tersebut dan haram untuk dimakan. Begitu juga apabila dalam akad utang piutang terjadi kesepakatan jika seseorang melunasi tepat waktu maka tidak dikenai denda berupa bunga, namun apabila tidak bisa melunasinya maka akan dikenai denda berupa bunga. Perbuatan yang demikian termasuk riba jahiliyah karena banyak diterapkan di jaman dahulu sebelum islam.
b. Riba yang terjadi dalam hal jual beli.
Contohnya: Misalya si Ani membeli sepeda motor pada Budi secara kredit. Nah dalam kesepakatan mereka harus lunas dalam waktu 5 tahun pengangsuran. Namun ternyata si Ani tidak mampu untuk melunasinya, maka si Budi menetapkan perpanjangan kredit dengan aturan akan dikenai denda 10%. Jadi yang demikian itu merupakan contoh riba dalam jual beli.
Contoh lain misanya si Ani membeli sebuah handphone kepada si Budi dalam kondisi baru, dan ternyata si Budi memberikan keringanan angsuran kredit selama 5 bulan, namun jika dalam rentang waktu 5 bulan ternyata angsuran juga belum lunas, maka si Budi juga akan memberlakukan denda 5% dari harga handphone tersebut kepada si Ani. Tentu hal seperti ini akan memberatkan bagi si Ani. Dan dalam islam kesepakatan seperti ini tidak di anjurkan karena merupakan riba.
E. Benda-benda atau harta ribawi
Para ulama sepakat riba berlaku pada enam jenis harta yang ada dalam hadits-hadits Nabi, yaitu: emas, perak, kurma, Asy Sya’ir (gandum), Al Burr (Gandum merah) dan garam. Sehingga tidak boleh menukar emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma dan garam dengan garam, kecuali dengan sama berat dan kontan (cash) di majelis akad transaksi.
Ada dua pendapat tentang ada illat (sebab pelarangan) yang menjadikannya menjadi komoditi ribawi atau tidak ada
Pertama: Riba tidak berlaku pada selain enam komoditi tersebut dan tidak ada illat yang dapat dijadikan dasar dalam menganalogikan selainnya. Inilah pendapat madzhab Azh Zhahiriyah.
Kedua: Ada illat yang menjadikannya sebagai komoditi ribawi sehingga dapat dianalogikan selainnya. Inilah pendapat mayoritas ahli fikih.
Ilaat Ribawi pada emas dan perak
Yang rojih dari pendapat para ulama tentang illat ribawi dalam emas dan perak adalah bernilainya (Ats Tsamaniyah). Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan pengertian ats-Tsamaniyah dengan menyatakan: Yang dimaksud di sini adalah pembicaraan tentang illat ribawi pada dinar dan dirham. Yang rojih illatnya adalah ats-Tsamaniyah bukan timbangan sebagaimana pendapat mayoritas ulama –sehingga beliau menyatakan- : penentuan illat (ta’liel) dengan ats-Tsamaniyah adalah ta’liel dengan sifat yang pas, karena maksud dari al-Atsmaan adalah untuk dijadikan standar ukuran harta benda yang mengantar kepada pengenalan ukuran harta benda bukan untuk dimanfaatkan jenisnya.
Ilaat Ribawi pada selain emas dan perak
Sedangkan pada selain emas dan perak maka illat ribawi adalah makanan pokok yang dapat disimpan (Muddakhor), yaitu menjadi makanan pokok orang dan dapat disimpan dalam waktu yang lama.(Al Fiqih Al Muyassar –Qismul Muamalat -78) Sehingga yang menjadi standar adalah keberadaannya sebagai bahan makanan pokok dan bisa disimpan. Setiap komoditi yang memiliki dua kriteria tersebut, berarti termasuk komoditi riba fadhl, dan diberlakukan segala hukum yang berkaitan dengannya.
Alasan kebenaran pendapat ini adalah sebagai berikut:
Pertama: Orang yang mengamati empat komoditi tersebut, pasti akan mendapatkan kedua kriteria ini padanya.
Kedua: Sesungguhnya tujuan dari diharamkannya riba adalah memelihara harta manusia dan menghilangkan unsur penipuan dalam jual beli mereka, maka hal itu harus dibatasi dengan hal-hal yang amat dibutuhkan oleh mereka, seperti makanan pokok yang bisa disimpan, karena keduanya adalah dasar pencarian nafkah dan tulang punggung kehidupan.
Inilah pendapat yang dirojihkan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah ketika menjelaskan pendapat para ulama seputar ilaat ribawi pada enam komoditi tersebut, beliau menyatakan: “Inilah pendapat yang paling rajih dari selainnya.” (Majmu’ Fatawa 29/470-471, lihat juga Taisir Al Fiqhi Al Jaami‘ Lil Ikhtiyaraat Al Fiqhiyah Lisyeikhil Islam Ibnu Taimiyah, Ahmad Muwafi, 2/1022-1025)
Dengan demikian menjual komoditi ribawi ini tidak lepas dari dua keadaan:
Barang yang dibarter (ditukar menukarkan) keduanya dari satu jenis, seperti kurma dengan kurma, gandum dengan gandum, garam dengan garam, jagung dengan jagung. Maka disyaratkan dua syarat:
sama dalam kuantitas, inilah yang ditunjukkan dalam sabda Nabi Shallallahu ‘alahi wa sallam :
{ مِثلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ }
Pembayaran cash (kontan) di majelis akad. Ini ditunjukkan oleh sabda Nabi saw:
{ يَداً بِيَدٍ }
Ini berlaku juga pada jual beli emas dan perak dengan sejenisnya, sebagaimana ditunjukkan hadits Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu yang berbunyi:
{ الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلًا بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الْأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ }
“Emas ditukar dengan emas, perak ditukar dengan perak, gandum merah dengan gandum merah, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma dan garam dengan garam harus sama beratnya dan harus diserahterimakan secara langsung. Kalau berlainan jenis, silakan kalian jual sesuka kalian, namun harus secara kontan juga.” (Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya dalam kitab Al-Musaaqat, bab: Menjual emas dengan perak secara kontan, nomor 1587. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunan-nya 3348. Diriwayatkan oleh An-Nasaa-i 4562. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah 2253, 2254)
Inilah yang dimaksud dengan kaidah:
إذا بيع ربوي بجِنْسِهِ وَجَبَ التَّمَاثُلُ وَالتَّقَابُضُ
2. Apabila komoditi ribawi yang ditukar berlainan jenis, maka tidak lepas dari dua keadaan:
Pertama: Berbeda jenis namun sama dalam ilaat ribawinya, seperti kurma dengan gandum, garam dengan gandum, -keduanya berbeda jenis namun satu ilaat-nya yaitu makanan pokok dan ditakar- atau emas dengan perak -keduanya berbeda jenis, namun satu ilaat-nya yaitu bernilai tukar (Ats Tsamniyah). Maka diwajibkan padanya pembayaran cash (kontan) di majelis akad dan tidak disyaratkan kesamaan kuantitas. Dasarnya adalah hadits Ubadah bin Shamit di atas, Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa sallam menyatakan:
{ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الْأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ }
“Kalau berlainan jenis, silakan kalian jual sesuka kalian, namun harus secara kontan juga..” (Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya dalam kitab Al-Musaaqat, bab: Menjual emas dengan perak secara kontan, nomor 1587. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunan-nya 3348. Diriwayatkan oleh An-Nasaa-i 4562. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah 2253, 2254)
Dengan demikian bila berbeda jenisnya, namun satu ilaat ribawinya, maka hanya diwajibkan pembayaran cash dalam majelis akad. Inilah yang dikenal dalam kaidah riba Fadhl:
وَبِغَيْرِ جِنْسِهِ وَجَبَ التَّقَابُضُ فَقَطْ
Kedua: Berbeda komoditi ribawi yang ditukar dalam jenis dan ilaat-nya, seperti emas dengan gandum atau beras dengan perak. Apabila berbeda jenis dan ilaat-nya maka tidak diwajibkan kesamaan kuantitas dan pembayaran tunai (cash). Inilah yang dimaksud kaidah:
وَإِذَا اخْتَلَفَتْ العِلَلُ لَمْ يَجِبْ شَيْءٌ
Riba Nasii-ah
Nasii-ah dalam etimologi bahasa Arab bermakna Pengakhiran. Sedangkan dalam pengertian etimologi ahli fikih adalah pengakhiran serah terima pada salah satu komoditi ribawi yang satu illaat-nya pada riba fadhl (تأخير القبض في أحد الربويين المتحدين في علة ربا الفضل ) atau penerimaan salah satu dari barang yang dibarter atau dijual secara tertunda dalam jual beli komoditi riba fadhl. Kalau salah satu komoditi riba fadhl dijual dengan barang riba fadhl lain, seperti emas dijual dengan perak atau sebaliknya, atau satu mata uang dijual dengan mata uang lain, dibolehkan adanya ketidaksamaan, namun tetap diharamkan penangguhan penyerahannya.
F. Alasan dan syarat pengharaman riba
Alasan riba diharamkan adalah karena hal-hal berikut:
Menyebabkan penumpukan kekayaan hanya pada segelintir orang saja.
Terjadi kezaliman antara dua pihak.
Menyebabkan kaum kaya malas berinvestasi
Menyebabkan kaum miskin takut berusaha
Ada empat fase atau syarat pengharaman riba
Pertama:
وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah.”(QS. Ar-Ruum : 39 )
Ayat ini turun di Mekkah dan menjadi tamhid (permulaan), atau awal mula dari diharamkannya riba dan urgensi untuk menjauhi riba.
Kedua:
فَبِظُلْمٍ مِنَ الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ كَثِيرًا وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا
“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah.” (QS. An-Nisa : 160-61)
Ayat ini turun di Madinah dan menceritakan tentang perilaku Yahudi yang memakan riba dan dihukum Allah. Ayat ini merupakan peringatan bagi pelaku riba.
Dibalik ayat ini ada sebuah cerita yang menjelaskan bahwa memang prkatek Riba itu ada dan dilakukan oleh orang-orang Yahudi yang membangkang dari syariat Nabi-Nabi mereka. merka melakukannya jauh seblum Islam datang.
Padahal semua agama Samawi mengharamkan riba karena tidak ada kemaslahatan sedikitpun dalam kehidupan bermasyarakat.
Ketiga:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (Ali Imran : 130)
Pada tahap ini Al-Quran mengharamkan jenis riba yang bersifat fahisy, yaitu riba jahiliyah yang berlipat ganda.
Walaupun memang ada beberapa Ulama yang mengatakan bahwa kata "Adh'afan Mudho'afah" (berlipat ganda) dalam ayat ini bukanlah sebagai syarat keharaman Riba itu. Karena kalau itu sebagai syarat, maka riba menjadi haram hanya kalau banyak saja, kalau sedikit tidak mengapa.
Tidak begitu! Ulama mengatakan bahwa "Adh'afan Mudho'afah" (berlipat ganda) itu bukan syarat, akan tetapi menjadi "Hal" (keterangan), bahwa Riba itu mempunyai karakteristik yang terus menerus melipat ganda sehingga menjadi sangat besar seiring berjalannya waktu.
Keempat:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (Al-Baqarah : 278-279)
Pada tahap ini Al-Quran telah mengharamkan seluruh jenis riba dan segala macamnya. Alif lam pada kata (الربا) mempunyai fungsi lil jins, maksudnya diharamkan semua jenis dan macam riba dan bukan hanya pada riba jahiliyah saja atau riba Nasi'ah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara bahasa yaitu ziyadah yang artinya tambahan atau berkembang. Secara istilah riba adalah adanya kelebihan dalam tukar menukar barag sejenis (jenis ribawi) atau adanya tambahan dari pokok pinjaman baik yang diisyaratkan sebelumnya ataupun tambahan tersebut sebagai konvensasi atas penundaan pembayaran hutang.
Hukum riba adalah haram, dan termasuk kedalam tingkatan golongan dosa besar. Macam-macam riba: Riba fadl. Riba qardhin. Riba yad. Riba an nasi’ah dan riba dain (jahiliyah). Jenis-jenis riba: riba yang terjadi dalam hutang piutang dan riba yang terjadi dalam hal jual beli
B. Saran
Agar pembaca dapat mengetahui apa yang di maksut dengan riba dan hukum riba tersebut , karena riba merupakan kelebihan dalam tukar menukar barag sejenis (jenis ribawi) atau adanya tambahan dari pokok pinjaman baik yang diisyaratkan sebelumnya ataupun tambahan tersebut sebagai konvensasi atas penundaan pembayaran hutang yang boleh dan tidak boleh atau pantas dan tidak pantas haram atau termasuk golongan dosa besar
DAFTAR PUSTAKA
Al-asqalani ibnu hajar,2013,bulughul maram dan dalil-dalil hukum,Jakarta:Gema Insani
http://zarkasih20.blogspot.co.id/2013/01/4-fase-pengharaman-riba.html
http://pengertiandefenisi.blogspot.co.id/2016/10/pengertian-riba-dan-pengharaman-riba.html
https://almanhaj.or.id/4044-riba-pengertian-dan-macam-macamnya.html
Casino: 10 Best Casinos and Bonuses - Dr.MCD
BalasHapusYou can 경주 출장안마 make your gambling journey 서귀포 출장샵 easy. Play at some of the 나주 출장마사지 best gambling sites 사천 출장샵 with no deposit needed. Play 남양주 출장마사지 the best casino games for free,