Makalah HIWALAH
Pendahuluan
Allah SWT telah menjadikan manusia masing-masing salingmembutuhkan satu sama lain, supaya saling tolong-menolong, tukar-menukarkeperluan dalam segala urusan dan kepentingan hidup masing-masing baikdengan jalan jual beli, sewa-menyewa, bercocok tanam, terutama dalam masalah pengalihan hutang, baik dalam urusan kepentingan sendiri maupun untuk kemaslahatan umum. Dengan cara demikian kehidupan masyarakatmenjadi teratur dan subur, hubungan yang satu dengan yang lainpun menjadi teguh. Akan tetapi sifat tamak tetap ada pada manusia, suka mementingkan diri sendiri supaya hak masing-masing jangan sampai tersia-sia, dan juga menjaga kemaslahatan umum agar pertukaran dapat dapat berjlan dengan lancar dan teratur. Oleh karena itu, agama memberi peraturan yang sebaik-baiknya, karena dengan teraturnya muamalah, maka kehidupan manusia jadi terjamin pula dengan sebaik-baiknya sehingga perbantahan dan dendam-mendendam tidak akan terjadi. Dalam muamalah ada akad yang namanya hawalah.
Hiwalah adalah perpindahan tanggungan hutang orang lain kepada orang lain. Dan pengalihan penagihan hutang ini dibenarkan oleh syariah dan telah dipraktekkan oleh kaum muslimin dari zaman Nabi Muhammad SAW sampai sekarang. Al Hiwalah merupakan sistem yang unik, yang sesuai untuk diadaptasikan kepada manusia. Hal ini karena al Hiwalah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia .
Al hiwalah sering berlaku dalam permasalahan hutang piutang. Maka salah satu cara untuk menyelesaikan masalah hutang piutang dalam muamalah adalah al hiwalah. Al Hiwalah bukan saja digunakan untuk menyelesaikan masalah hutang piutang,akan tetapi bisa juga digunakan sebagai pemindah dana dari individu kepada individu yang lain atau syarikat dan firma. sebagai mana telah digunakan oleh sebagian sistem perbankan.
Pembahasan
Hadis tentang hiwalah
Hadis pertama
Imam bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda:
مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ فَإِذَا أُتْبِعَ أَحَدُكُمْ عَلَى مَلِيٍّ فَلْيَتْبَعْ
Artinya “Menunda membayar utang bagi orang kaya adalah kezaliman dan apabila seorang dari kalian utangnya dialihkan kepada orang kaya, hendaklah dia ikuti.”
Hadis kedua
عَنْ اَبِى هُرَ يْرَ ةَ قَالَ:قَالَ رَسُو لُ اللهِ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (مَطْلُ الْغَنِىِّ ظَلْمٌ وَاِذَااُتْبعَ أَحَدُكُمْ عَلَى مَلِئٍ فَلْيَتْبَعْ) مُتَّفَق عَلَيْهِ. وَفِيْ رِوَايَةٍ لِاَ حْمَدَ (وش مَنْ اُحِيْلَ فَلْيَحْتَلْ)ٌ
Artinya : “Dari Abi Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah SAW. : “Penahanan orang yang mampu itu satu kezhaliman ; dan apabila seorang daripada kamu diserahkan kepada seorang yang mampu, hendaklah ia menerima serahan itu”.
Muttafaq ‘alaih ; dan pada suatu riwayat oleh Ahmad (sabdanya) : “Dan barang siapa dihawalahkan hendaklah ia terima”.
Hadis kedua
لَزِمَ رَجُلٌ غَرِمَيًا لَهُ بِعَشَرَةِ دَنَا نِيْرَ فَقَالَ:وَاللهِ لَاأُفَارِقُكَ حَتَّى تَقْضِيَنِى أَوْتَأْ تِيَنِى بِحَمِيْلً قَالَ: فَتَحَمَّلَ بِهَاالنَّبِىُ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَأَ تَاهُ بِقَدْرِمَا وَعَدَهُ فَقَالَ النَّبِىُّ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مِنْ أَيْنِ أَصَيْتَ هَذَاالَذَّ هَبَ قَألَ:مِنْ مَحْدِنٍ قَالَ: لَاحَاجَةَ لَنَا فِيْهَا لَيْسَ فِيْهَا خَيْرٌ،فَقَضَا هَا عَنْهُ رَسُوْ لُ اللهِ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.(رَوَاهُ أَبُوْدَاوُدَوَابْنُ مَا جَهْ
Artinya : “Seorang lelaki terus mengikuti gharim yang berutang sepuluh dinar darinya, lalu lelaki itu berkata, “Demi Allah, aku tidak akan meninggalkanmu sebelum engkau membayarku atau engkau mendatangkan seorang penjaminmu kepadaku”. Ibnu Abbas melanjutkan ceritanya, “Lalu Rasulullah SAW. Bersedia menjadi penjaminnya”. Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, “Selanjutnya gharim itu membayar kepada Rasulullah SAW. Sesuai dengan apa yang telah dijanjikannya, tetapi Rasulullah SAW. Bertanya, ‘Darimanakah engkau peroleh emas ini ?’ Gharim menjawab, ‘Dari tambang emas’. Rasulullah SAW. menjawab, ‘Kami tidak memerlukannya, padanya tidak ada kebaikan’, akhirnya Rasulullah SAW. sendiri yang membayarkan utangnya.” (Riwayat Abu Daud dan Ibnu Majah)”.
Penjelasan hadis tentang Hiwalah
Hadis pertama
Rasullullah saw memerintahkan agar pemberi utang apabila diminta oleh pengutangnya menagih kepada orang yang mampu hendaknya menerima hiwalahnya, yakni hendaknya ia meminta haknya kepada orang yang dihiwalahkan kepadanya sampai haknya terpenuhi. Tetapi jika pengutang memindahkan utangnya kepada orang yang bangkrut, maka si pemberi pinjaman berhak mengalihkan penagihan kepada si pengutang pertama.
Hadis kedua
Al-Hiwalah artinya hendaknya seseorang yang berutang memindahkan utangnya kepada orang lain yang berutang kepadanya. Al-Kafiil, orang yang menjamin. Kedua macam transaksi tersebut diperbolehkan karena diperlukan. Perintah yang terkandung di dalam hadis ini menunjukkan makna anjuran (sunat). Apabila orang yang berutang memindahkan utangnya kepada orang yang kaya, maka yang lebih utama pihak pemilik piutang mau menerimanya.
Hadis ketiga
Al-Gharim yang terdapat dalam hadis ini maksudnya orang yang berutang. Hamiilun, makna yang dimaksudnya adalah orang yang menjamin. Ma’dinun, sama wazannya dengan lafaz Majlisun, artinya tambang, baik emas atau lainnya. Adapun mengenai sabda Nabi Muhammad SAW. yang mengatakan, “Padanya (barang tambang) tidak ada kebaikan,” barangkali makna yang dimaksud ialah karena sesuatu hal yang telah diketahui oleh Nabi Muhammad SAW. mengenai lelaki tersebut, dan bukan ditujukan kepada emas atau perak semuanya dihasilkan dari tambang. Di dalam hadis yang lain disebutkan, bahwa Nabi Muhammad SAW. pernah memutuskan buat Bilal ibnul Harits tambang emas yang berada di Qibliyyah. Bilal Ibnul Harits dan orang-orangnya selalu membayarkan zakatnya. Tetapi barangkali kalimat tersebut mengandung pengertian lainnya. Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah dengan sanad berpredikat saleh.
Dapat disimpulkan dari pembahasan yang lalu boleh hiwalah dan menerimanya karena rasa toleransi, dan boleh menetapi (menguntit) orang yang berutang, serta boleh mengajukan penjamin. Dan pihak penjamin diharuskan membayar utang gharim yang ditanggungnya, jika ia tidak mampu membayar utangnya.
Pengertian hiwalah
Menurut bahasa, yang dimaksud dengan hiwalah ialah al-intiqal dan al-tahwil, artinya ialah memindahkan atau mengoperkan. Penjelasan yang dimaksud adalah memindahkan hutang dari tanggungan muhil (orang yang berhutang) menjadi tanggungan muhal'alaih (orang yang melakukan pembayaran hutang).
Sedangkan pengertian hiwalah menurut istilah, para ulama berbeda-beda dalam mendefinisikannya, antara lain sebagai berikut :
Menurut Hanafiyah, yang dimaksud hiwalah ialah :
Memindahkan tagihan dari tanggung jawab yang berutang kepada yang lain yang punya tanggung jawab kewajiban pula”.
Abdurrahman Al-Jaziri sendiri sendiri berpendapat bahwa yang dimaksud dengan hiwalah ialah :
Pernikahan utang dari tanggung jawab seseorang menjadi tanggung jawab orang lain.
Syihab Al-Din Al-Qalyubi berpendapat bahwa yang dimaksud dengan hiwalah ialah :
Akad yang menetapkan pemindahan beban utang dari seseorang kepada yang lain.
Ibrahim Al-Bajuri berpendapat bahwa hiwalah ialah :
Pemindahan kewajiban dari beban yang memindahkan menjadi beban yang menerima pemindahan”.
Menurut Taqiyuddin, yang dimaksud dengan hiwalah ialah :
Pemindahan utang dari beban seseorang menjadi beban orang lain”.
Menurut Sayyid Sabiq, yang dimaksud dengan hiwalah ialah :
Pemindahan dari tanggungan muhil menjadi tanggunggan muhal ‘alaih”.
Idris Ahmad, hiwalah ialah :
Semacam akad (ijab qobul) pemindahan utang dari tanggungan seseorang yang berutang kepada orang lain, dimana orang lain itu mempunyai utang pula kepada yang memindahkan”.
Ensiklopedia hukum islam
pemindahan hak atau kewajiban yang dilakukan pihak pertama kepada pihak kedua untuk menuntut pembayaran utang atau membayar utang dari atau kepada pihak ketiga, karena pihak ketiga berhutang kepada pihak pertama berutang kepada pihak kedua atau karena pihak pertama berhutang kepada pihak ketiga disebabkan pihak kedua berhutang pada pihak pertama. Perpindahan itu dimaksudkan menggantikan pembayarang yang ditegaskan dalam akad ataupun tidak didasarkan kesepakatan bersama”
Dari beberapa pengertian hiwalah diatas, dapat disimpulkan bahwa hawalah adalah pengalihan utang, baik berupa hak untuk mengalihkan pembayaran atau kewajiban untuk mendapatkan pembayaran utang, dari orang yang mempunyai utang dan piutang dengan disertai rasa percaya dan kesepakatan bersama.
Rukun dan Syarat Hawalah
Dalam pelaksanaan, hiwalah harus memenuhi rukun dan syarat sebagai berikut :
Orang yang memindahkan tanggungan utang (muhil). Dengan syarat :
Cakap melakukan tindakan hukum dalam bentuk akad, yaitu baligh dan berakal. Hawalah tidak sah bila dilakukan anak-anak meskipun ia sudah ia mengerti (mummayiz), ataupun dilakukan orang gila.
Ada pernyataan persetujuan atau ridha. Jika pihak pertama dipaksa untuk melakukan hiwalah maka akad itu tidak sah. Adapun persyaratan ini berdasarkan pertimbangan bahwa sebagian orang merasa keberatan dan terhina harga dirinya, jika kewajibannya untuk membayar utang dialihkan kepada pihak lain.
Orang yang memberikan utang yang dipindahkan pelunasannya dari orang yang berutang padanya secara langsung (muhal). Dengan syarat :
Cakap melakukan tindakan hukum, yaitu baligh dan berakal sebagaimana pihak pertama.
Ada persetujuan pihak kedua terhadap pihak pertama yang melakukan hawalah. Persyaratan ini berdasarkan pertimbangan bahwa kebiasaan orang dalam membayar utang berbeda-beda, ada yang mudah dan ada yang sulit membayarnya, sedangkan menerima pelunasan utang itu merupakan hak pihak kedua.
Orang yang dipindahkan tanggungan utang padanya (muhal ‘alaih). Dengan syarat :
Cakap melakukan tindakan hukum, yaitu baligh dan berakal sebagaimana pihak pertama dan kedua.
Adanya pernyataan persetujuan dari pihak ketiga (muhal ‘alaih). Hal ini diharuskan karena tindakan hawalah merupakan tindakan hukum yang melahirkan pemindahan kewajiban kepada pihak ketiga (muhal ‘alaih) untuk membayar utang kepada pihak kedua (muhal), sedangkan kewajiban membayar utang baru dapat dibebankan kepadanya, apabila ia sendiri yang berutang kepada pihak kedua. Atas dasar itu, kewajiban itu hanya dibebankan kepadanya, jika ia menyetujui akad hiwalah.
Harta yang diutang yang dialihkan(muhal bih). Dengan syarat :
Yang dialihkan itu adalah sesuatu yang sudah dalam bentuk utang piutang yang telah pasti.
Pembayaran utang itu mesti sama waktu jatuh tempo pembayarannya, jika terjadi perbedaan waktu jatuh tempo pembayaran diantara kedua utang itu, maka hawalah tidak sah.
Utang pihak pertama kepada pihak kedua maupun utang pihak ketiga kepada pihak pertama mestilah sama jumlah dan kualitasnya. Jika diantara kedua utang itu terdapat perbedaan jumlah, misalnya utang uang, atau perbedaan kualitas misalnya utang dalam bentuk barang, maka hawalah itu tidak sah.
Shighat.
yaitu ijab dari muhil dengan perkataan, “Aku alihkan utangku yang sebenarnya bagi engkau kepada fulan (maksudnya: aku alihkan kewajibanku kepadamu untuk membayar utangku yang ada pada fulan, ed.),” dan qabul dari muhal dengan kata-katanya, “Aku terima pengalihan darimu.
Berakhirnya akad hiwalah
Apabila kontrak hiwalah telah terjadi, maka tanggungan muhil menjadi gugur.
Jika muhal’alaih bangkrut (pailit) atau meninggal dunia, maka menurut pendapat Jumhur Ulama, muhal tidak boleh lagi kembali menagih hutang itu kepada muhil. Menurut Imam Maliki, jika muhil “menipu” muhal, di mana ia menghiwalahkan kepada orang yang tidak memiliki apa-apa (fakir), maka muhal boleh kembali lagi menagih hutang kepada muhil.
Jika Muhal alaih telah melaksanakan kewajibannya kepada Muhal. Ini berarti akad hiwalah benar-benar telah dipenuhi oleh semua pihak.
Meninggalnya Muhal sementara Muhal alaih mewarisi harta hiwalah karena pewarisan merupakah salah satu sebab kepemilikan. Jika akad ini hiwalah muqoyyadah, maka berakhirlah sudah akad hiwalah itu menurut madzhab Hanafi.
Jika Muhal menghibahkan atau menyedekahkan harta hiwalah kepada Muhal Alaih dan ia menerima hibah tersebut.
Jika Muhal menghapusbukukan kewajiban membayar hutang kepada Muhal Alaih.
Kesimpulan
Hiwalah ialah al-intiqal dan al-tahwil, artinya ialah memindahkan atau mengoperkan. Penjelasan yang dimaksud adalah memindahkan hutang dari tanggungan muhil (orang yang berhutang) menjadi tanggungan muhal'alaih (orang yang melakukan pembayaran hutang).
Kesimpulannya bahwa hiwalah adalah pengalihan utang, baik berupa hak untuk mengalihkan pembayaran atau kewajiban untuk mendapatkan pembayaran utang, dari orang yang mempunyai utang dan piutang dengan disertai rasa percaya dan kesepakatan bersama
Rukun dan Syarat Hawalah
Orang yang memindahkan tanggungan utang (muhil)
Orang yang memberikan utang yang dipindahkan pelunasannya dari orang yang berutang padanya secara langsung (muhal).
Orang yang dipindahkan tanggungan utang padanya (muhal ‘alaih).
Harta yang diutang yang dialihkan(muhal bih).
Shighat.
Komentar
Posting Komentar